Senin, 08 November 2010

"CHINA vs USA" SEMAKIN MEMANAS

Melemahnya nilai USD di pasaran selama hampir tiga bulan ini berdampak pada menguatnya hampir semua nilai tukar mata uang dunia, tak terlebih indonesia, namun tidak dengan china. Negara besar yang sedang menunjukkan performanya kepada dunia ini justru menginginkan mata uangnya ikut melemah, sehingga negara tersebut (China) dapat meningkatkan nilai eksportnya ke sejumlah negara.

Menurut data statistik, banyaknya dollar yang beredar dipasaran membuat tingkat inflasi amerika meningkat. Hal inilah yang membuat amerika gusar, bahkan melalui lembaga keuangan tertingginga (the fed), amerika telah menyiapkan dana sebesar U$D.600.000.000.000,- guna membantu meningkatkan kesejahteraan perekonomian negara tersebut. Namun dana sebesar itu dinilai banyak kalangan, termasuk pakar ekonomi amerika menyebutkan, bahwa dana sebesar itu adalah pemborosan dan dirasa tidak perlu. Kita tahu, bahwa pada era krisis ekonomi global, amerika hanya mengeluarkan paket stimulus sebesar U$D.80.000.000.000,- itu artinya, amerika akan mengeluarkan dana yang jauh lebih besar daripada ketika menghadapi krisis ekonomi global 2 tahun yang lalu, yang hampir membuat dunia ini goncang.

Melemahnya nilai tukar USD ini berdampak pada penguatan semua saham dunia, tak terkecuali DOW JONES. Penguatan saham dunia tersebut bertujuan agar perkembangan perekonomian negara tetap seimbang karena efek penguatan nilai mata uang yang dapat mengganggu kestabilan nilai eksport - import suatu negara.

Langkah mengejutkan justru datang dari China, yang banyak menjual USD serta membeli EUR guna melemahkan nilai tukat mata uangnya terhadap USD. Langkah tersebut bertujuan agar nilai eksport china meningkat. Sebagai contoh keberhasilan china terhadap langkah yang diambil adalah banyaknya produk - produk china yang di eksport ke amerika serta kesejumlah negara besar di dunia mengalami peningkatan yang cukup significant. Bahkan salah satu produk telekomunikasi terbesar di china (ZTE) telah ber-ekspansi hingga ke wilayah eutopia serta negara miskin di afrika lainnya.

Meningkatnya nilai eksport china serta melambungnya semua harga saham china, turut membantu meningkatnya neraca perdagangan, bahkan index saham hongkong (HANGSENG) tutut terkena imbas positifnya. Index saham hongkong ini bahkan mampu mencetak rekor tertinggi sebesar lebih dari 140% per tahun atau dari level 10380 hingga ke level 24911 pada tanggal 09 November 2010 pukul 10.17 wib.

Apapun yang akan dilakukan oleh amerika, nampaknya tidak akan berimbas kepada pergerakan bursa china dan hongkong, karena index saham regional serta keadaan perekonomian internal dari negara china yang jauh melebihi expectasi negaranya akan menjawab semua tantangan yang diberikan. Bahkan naiknya index saham HANGSENG tersebut memperegaskan bahwa target level 25000 hingga 28000 pada akhir tahun ini yang dikumandangkan ketika era kebangkitan krisis ekonomi global beberapa waktu yang lalu (2008 - 2009) yang lalu akan tercapai.